Tulisan ini penulis sampaikan sebagai kado Hari
Pendidikan Nasional sebagai ungkapan optimisme menyongsong hari Kebangkitan
Nasional dan pemicu kebangkitan dunia pendidikan, agar maju setara dengan
negara Finlandia di Eropa.
Pernahkah anda menemukan sesuatu yang
paradoks dalam pendidikan? Atau pernahkah anda menemukan suatu kondisi yang
tidak sesuai yang seharusnya dilakukan oleh kalangan pendidikan. Itulah yang
dinamakan paradoks pendidikan.
Sesuatu yang bertentangan dengan
asas-asas, nilai-nilai, norma-norma pendidikan. Bangsa ini saya amati sedang
sakit, yang cenderung kronis. Dimana mana kita melihat teladan yang kurang
baik. Politisi sibuk dengan dunianya yang selalu ingin membela kelompoknya,
bahkan melakukan hal-hal yang sebenarnya itu dilarang oleh aturan yang mereka
buat sendiri. Penegak hukum sibuk dengan penegakan hukum yang terkadang melawan
hukum itu sendiri. Dunia pendidikan juga dihebohkan dengan kasus yang notabene
sudah dilakukan secara rutin bertahun-tahun yaitu Ujian Nasional (UN), belum
lagi dihadapkan pada menurunnya moralitas remaja, tawuran, perilaku seks bebas
dan masalah narkoba.
Gejala sosial yang masif ke arah hal-hal
yang tidak diharapkan, memunculkan pertanyaan menggelitik: dimanakah para guru
yang mempunyai peran mulia sebagai agen perubahan dan garda terdepan
pembangunan pendidikan di Indonesia? Ataukah para guru sibuk dengan urusan
politik? Ataukah para guru sibuk dengan urusannya sendiri, karena aturan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan yang kadang berubah seputar nasib guru, terutama
masalah data pokok pendidikan (Dapodik) yang terkesan dipersulit untuk
tunjangan profesi pendidik? Ataukah para guru sibuk mencari-cari buku kurikulum
2013 yang sampai saat ini belum juga diperoleh, bahkan belum dilatih sama
sekali untuk pelaksanaannya.
Bagaimana Sikap Kita
Menyikapi berbagai permasalahan
dalam dunia pendidikan, menjadikan kita prihatin, bagaimana ke depan agar
hal-hal tersebut dapat diminimalisasi. Guru sebagai agen perubahan dan garda
terdepan dalam dunia pendidikan harus menyikapinya secara bijak dan sabar.
Penulis, yang juga sebagai guru, ingin menyampaikan sikap dalam menghadapi
paradoks di dalam dunia pendidikan sebagai berikut:
1. Guru
harus konsisten dengan keprofesionalannya sebagai guru. Meningkatkan kemampuan
mengajar dengan terus mengikuti pelatihan-pelatihan, mengasah kemampuan menulis
dan lainnya. Dalam Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 disebutkan guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Jika guru sudah makin meningkat keprofesionalannya, maka hal ini
akan berimbas :
a.
Meningkatnya moralitas remaja
b.
Menurunnya aksi tawuran peserta didik
c.
Menghambat meluasnya perilaku seks bebas
dikalangan remaja
d.
Meningkatnya ketahanan peserta didik
terhadap godaan laten narkoba.
2. Menyalurkan
aspirasi komunikasi melalui organisasi profesi, sehingga tidak ada keresahan atas kebijakan pemerintah yang
cenderung menghambat hak-hak para guru. Memberikan dorongan agar
organisasi-organisasi profesi ini lebih kuat dan memiliki nilai tawar yang
signifikan dengan cara aktif dalam kegiatan organisasi, tidak apatis atau terus
memberikan kontribusi agar organisasi lebih kapabel, kredibel, akuntabel, dan
dipercaya anggotanya.
Harapan Kita
Para guru sebagai garda terdepan
pembangunan pendidikan memiliki harapan-harapan yang ditujukan kepada
pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Pusat untuk :
1. benar-benar
memperhatikan kondisi riil dilapangan. Kondisi riil guru, siswa, gedung-gedung
sekolah, akses jalan ke sekolah, sarana prasarana pendukung, fasilitas untuk
siswa, materi kurikulum dan lain-lainnya yang mendukung peningkatan akses
pendidikan.
Dengan memperhatikan kondisi riil di lapangan, bukan
kondisi maya (semu), maka akan menghasilkan berbagai kebijakan yang baik, tepat
sasaran, sesuai kebutuhan, mangkus dan sangkil.
2. mengkomunikasikan
secara tepat ke sasaran terkait kebijakan maupun aturan baru secara masif,
sehingga tidak ada satupun yang terlewatkan informasinya baik stake holder (pemegang kebijakan) pendidikan
di daerah maupun seluruh guru. Karena kalau tidak baik saluran komunikasinya,
maka akan menimbulkan hambatan dan gangguan atas saluran tadi yang
mengakibatkan tujuan yang tadinya baik menjadi tidak tercapai. Sebagai contoh
kebijakan pengisian data pokok pendidikan (Dapodik) di tingkat Pendidikan Dasar
untuk sarana keluarnya Surat Keputusan Penerima Tunjangan Profesi Pendidik,
penulis meyakini banyak yang belum paham dan ada hambatan-hambatan. Di Jawa
Barat sebagai contoh banyak guru SD yang kesulitan dalam mengisi data tersebut.
Di jejaring sosial juga hal ini sangat ramai dibicarakan. Jika semua saluran
komunikasi lancar tanpa hambatan maka yang diperoleh oleh kedua belah pihak
sama-sama menguntungkan dan merasa puas. Bangkit dan maju pendidikan Indonesia.
Semoga.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar