Selasa, 18 Maret 2014

Paradoks Pendidikan


Tulisan ini penulis sampaikan sebagai kado Hari Pendidikan Nasional sebagai ungkapan optimisme menyongsong hari Kebangkitan Nasional dan pemicu kebangkitan dunia pendidikan, agar maju setara dengan negara Finlandia di Eropa.

 Gejala Paradoks Pendidikan
Pernahkah anda menemukan sesuatu yang paradoks dalam pendidikan? Atau pernahkah anda menemukan suatu kondisi yang tidak sesuai yang seharusnya dilakukan oleh kalangan pendidikan. Itulah yang dinamakan paradoks pendidikan.
Sesuatu yang bertentangan dengan asas-asas, nilai-nilai, norma-norma pendidikan. Bangsa ini saya amati sedang sakit, yang cenderung kronis. Dimana mana kita melihat teladan yang kurang baik. Politisi sibuk dengan dunianya yang selalu ingin membela kelompoknya, bahkan melakukan hal-hal yang sebenarnya itu dilarang oleh aturan yang mereka buat sendiri. Penegak hukum sibuk dengan penegakan hukum yang terkadang melawan hukum itu sendiri. Dunia pendidikan juga dihebohkan dengan kasus yang notabene sudah dilakukan secara rutin bertahun-tahun yaitu Ujian Nasional (UN), belum lagi dihadapkan pada menurunnya moralitas remaja, tawuran, perilaku seks bebas dan masalah narkoba.
Gejala sosial yang masif ke arah hal-hal yang tidak diharapkan, memunculkan pertanyaan menggelitik: dimanakah para guru yang mempunyai peran mulia sebagai agen perubahan dan garda terdepan pembangunan pendidikan di Indonesia? Ataukah para guru sibuk dengan urusan politik? Ataukah para guru sibuk dengan urusannya sendiri, karena aturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang kadang berubah seputar nasib guru, terutama masalah data pokok pendidikan (Dapodik) yang terkesan dipersulit untuk tunjangan profesi pendidik? Ataukah para guru sibuk mencari-cari buku kurikulum 2013 yang sampai saat ini belum juga diperoleh, bahkan belum dilatih sama sekali untuk pelaksanaannya.

Bagaimana Sikap Kita
            Menyikapi berbagai permasalahan dalam dunia pendidikan, menjadikan kita prihatin, bagaimana ke depan agar hal-hal tersebut dapat diminimalisasi. Guru sebagai agen perubahan dan garda terdepan dalam dunia pendidikan harus menyikapinya secara bijak dan sabar. Penulis, yang juga sebagai guru, ingin menyampaikan sikap dalam menghadapi paradoks di dalam dunia pendidikan sebagai berikut:
1.    Guru harus konsisten dengan keprofesionalannya sebagai guru. Meningkatkan kemampuan mengajar dengan terus mengikuti pelatihan-pelatihan, mengasah kemampuan menulis dan lainnya. Dalam Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 disebutkan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
     Jika guru sudah makin  meningkat keprofesionalannya, maka hal ini akan berimbas  :
a.         Meningkatnya moralitas remaja
b.         Menurunnya aksi tawuran peserta didik
c.         Menghambat meluasnya perilaku seks bebas dikalangan remaja
d.        Meningkatnya ketahanan peserta didik terhadap godaan laten narkoba.
2.    Menyalurkan aspirasi komunikasi melalui organisasi profesi, sehingga tidak ada  keresahan atas kebijakan pemerintah yang cenderung menghambat hak-hak para guru. Memberikan dorongan agar organisasi-organisasi profesi ini lebih kuat dan memiliki nilai tawar yang signifikan dengan cara aktif dalam kegiatan organisasi, tidak apatis atau terus memberikan kontribusi agar organisasi lebih kapabel, kredibel, akuntabel, dan dipercaya anggotanya.

Harapan Kita
            Para guru sebagai garda terdepan pembangunan pendidikan memiliki harapan-harapan yang ditujukan kepada pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Pusat untuk :
1.    benar-benar memperhatikan kondisi riil dilapangan. Kondisi riil guru, siswa, gedung-gedung sekolah, akses jalan ke sekolah, sarana prasarana pendukung, fasilitas untuk siswa, materi kurikulum dan lain-lainnya yang mendukung peningkatan akses pendidikan.
Dengan memperhatikan kondisi riil di lapangan, bukan kondisi maya (semu), maka akan menghasilkan berbagai kebijakan yang baik, tepat sasaran, sesuai kebutuhan, mangkus dan sangkil.
2.    mengkomunikasikan secara tepat ke sasaran terkait kebijakan maupun aturan baru secara masif, sehingga tidak ada satupun yang terlewatkan informasinya baik stake holder (pemegang kebijakan) pendidikan di daerah maupun seluruh guru. Karena kalau tidak baik saluran komunikasinya, maka akan menimbulkan hambatan dan gangguan atas saluran tadi yang mengakibatkan tujuan yang tadinya baik menjadi tidak tercapai. Sebagai contoh kebijakan pengisian data pokok pendidikan (Dapodik) di tingkat Pendidikan Dasar untuk sarana keluarnya Surat Keputusan Penerima Tunjangan Profesi Pendidik, penulis meyakini banyak yang belum paham dan ada hambatan-hambatan. Di Jawa Barat sebagai contoh banyak guru SD yang kesulitan dalam mengisi data tersebut. Di jejaring sosial juga hal ini sangat ramai dibicarakan. Jika semua saluran komunikasi lancar tanpa hambatan maka yang diperoleh oleh kedua belah pihak sama-sama menguntungkan dan merasa puas. Bangkit dan maju pendidikan Indonesia. Semoga.*

 

Tidak ada komentar: